Blog

Joe's Food Blog
Liburan Semester Genap 2015 boleh jadi merupakan liburan yang paling berkesan bagi siswa-siswi dari MTS Daarul Ishlah Tombo, Bandar. Bersama dengan Trimuda Tour, sekitar 150 orang siswa dari sekolah yang terletak di lereng pegunungan teh di Bandar ini jalan-jalan ke Bandung.


Berangkat dari Bandar jam 9 malam, mereka tiba pada pukul empat pagi hari berikutnya. Setelah istirahat dan sholat di Masjid PUSDAI Bandung, oleh Tim Tour Leader mereka dibawa jalan-jalan menyusuri taman dan area sekitar gedung sate dan Gasibu. Kebetulan karena saat itu hari Minggu, tim tour leader dari Trimuda Tour sengaja membawa mereka singgah di lapangan Gasibu dulu. Ternyata, keputusan tim tidak salah, Pagi itu di lapangan Gasibu sangatlah ramai dan sedang diadakan senam bersama. Tak ayal, tidak sedikit diantara peseerta yang menghambur ikut bersenam pagi di lapangan.

Setelah sarapan, peserta lalu masuk ke gedung sate untuk melihat bagaimana warisan sejarah yang ada disana. Kegiatan ini dilanjutkan dengan melihat keindahan Gunung Tangkuban Perahu dan diakhiri dengan wisata belanja di Cihampelas.



Ya betul kata Kaka Slank bahwa Kota Batik ya di Pekalongan, tapi sebenarnya tak hanya batik. Pekalongan juga memiliki harta karun khasanah kuliner Nusantara yang belum banyak disentuh oleh khalayak ramai. Perpaduan antara angin pantai utara dan kentalnya akulturasi budaya Arab dan Tionghoa membuat Pekalongan menyimpan beberapa masterpiece kuliner yang sungguh layak disambangi sebelum Anda menikah.
Sebabnya apa? Sebabnya kalau masih bujangan belum terlalu mikir bayar kredit KPR dan cicilan motor. Oke baiklah, Tak usah banyak intro, mari kita sambut kekayaan kuliner Kota Pekalongan!

1. Begitu masuk ke mulut, Nasi Megono khas pekalongan pastinya akan membuatmu Mlongo!

Perpaduan yang mantap antara kelapa parut dan daun kecombrang
Perpaduan yang mantap antara kelapa parut dan daun kecombrang via www.diahdidi.com
Salah satu masterpiece orang pekalongan adalah Nasi Megono. Ini adalah perpaduan antara Nangka muda yang dicincang halus dengan balutan bumbu kelapa yang pedas gurih dan ditambah oleh cincangan daun kecombrang yang menambah aroma semerbak. Biasa disajikan dengan telor dadar, ayam balado, atau sotong (masakan cumi) plus sambal pedas.
Atau cukuplah dihidangkan dengan nasi pulen hangat bersama tempe goreng dan sambal kecap. Entah mengapa, ketika sampai di lidah, nasi megoni terasa sangat otentik dan menyiratkan atmosfer khas kota pekalongan. Sebabnya, dari warung kaki lima sampai hotel bintang lima di pekalongan pasti menyediakan menu ini.

2. Panganan yang satu ini tak boleh dilewatkan sama sekali : Soto Tauto yang pedas sanggup menyegarkan diri di siang hari.


Sajikan selagi hangat
Sajikan selagi hangat via infokuliner.com
Nah kalau lidah sedang bergelora dan mengharapkan kesegaran, maka tak salah lagi Soto Tauto adalah sebuah jawaban. Sederhana saja, mangkok kosong yang diisi oleh kuah panas dengan daging ayam atau sapi plus bumbu tauto yang kaya rempah. Dijamin, kamu akan segera berkeringat setelah mengosongkan isi mangkok tersebut. Soto Tauto yang paling otentik di Pekalongan terletak di Jalan Dr.Wahidin Pekalongan. Warungnya biasa saja, hanya Tenda biru yang mengingatkan kita pada Desi Ratnasari. Orang mengenalnya sebagai Soto PPIP. Segeralah mampir kalau-kalau ada kesempatan ke Pekalongan.

3. Pecak Panggang yang bakal memanjakan lidah makhluk pecinta pedas. Pokoknya gak boleh dilewatkan!

Pedasnya sambal berpadu dengan segarnya kuah sayur asam
Pedasnya sambal berpadu dengan segarnya kuah sayur asam via aozorakiss.wordpress.com
Juara Pekalongan yang lain tersurat oleh Pecak Panggang Sayur Asam. Orang Pekalongan menyebut ikan asap sebagai Panggang. Nah, ikan asap yang super segar tersebut ditaruhnya di atas cobek lalu dihajar dengan sambal yang pedasnya tiada tara. Hampir sama dengan ide penyetan. Namun yang satu ini memiliki pendamping setianya, yakni olahan sayur asam, disajikan selagi panas. Pecak Pangang Kandang Banteng adalah pecak panggang yang termasyur di Pekalongan. Terletak di keluarahan sapuro. Jangan terlambat datang saat makan siang, kalau tidak ingin antri panjang tidak keruan.

4. Nah kalau mau sedikit hijau, coba cicipi Kluban Botok.

Demi kesehatan yang lebih hijau
Demi kesehatan yang lebih hijau via marjie.co.uk
Kalau Yogyakarta punya Gudangan, maka Pekalongan diam-diam mengandalkan kluban sebagai salah satu olahan sayuran segar. Kubis, kacang panjang, tauge dan teman-temannya diaduk bersama parutan kelapa berbumbu. Kamu bisa makan kluban gitu aja, maksudnya tanpa nasi atau teman-temannya. Tapi alangkah nikmatnya jika kamu menyantap dia bersama nasi hangat, sambal mentah, dan tempe goreng tanpa tepung. Sedapnya ndak ketulungan!

5. Sedangkan Pindang Tetel yang lekat bumbu rempah dapat menambah istimewa soremu yang mewah.

Hidangan berkuah...
Hidangan berkuah… via sewamobilcepat.com
Satu lagi masakan berkuah yang luar biasa heroiknya, yakni Pindang Tetel. Penganan ini asli dari desa Ambarketawang, Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Jangan dulu tertipu oleh namanya. Pindang Tetel sama sekali tidak mengandung elemen ikan pindang, bahkan baunya pun tidak. Ia adalah kesegaran kuah panas dengan bumbu kluwek yang diisi oleh daging sapi yang dipotong kecil-kecil (ditetel). Nah dari situlah nama Tetel didapatkan. Selain diisi dengan daging sapi, Pindang Tetel juga berkolaborasi dengan kerupuk pasir yang dikremes dan dijatuhkan begitu saja ke dalam kuah Pindang. Sajikan ia dengan nasi pisah dan segelas Es Teh. Aromanya membuatmu bakal merasa kepalang tanggung kalau ke Pekalongan tak mencoba Pindang Tetel.

6. Kalau yang satu ini tak perlu dipertanyakan lagi. Garang Asem Haji Masduki adalah salah satu karya kuliner yang selalu abadi.

Kami percaya pak haji masduki akan masuk surga karna karyanya
Kami percaya pak haji masduki akan masuk surga karna karyanya via
Hampir sama dengan Pidang Tetel, Garang Asem juga salah satu andalan Pekalongan dalam soal hidangan berkuah. Daging dan lemak sapi yang mengapung bersama potongan cabe hijau di kuah kluwek hitam. Biasanya disajikan dengan nasi yang terpisah di piring lain. Nasi yang juga ditemani oleh olahan Tomat Merah yang sedap dan mampu mengimbangi kolesterol dalam daging. Satu gerai yang paling TOP di Pekalongan terletak di Alun-Alun Utara, dekat masjid Agung dan Hypermart. Orang menyebutnya Garang Asem Haji Masduki. Sungguh, tiada penyesalan jika dirimu berkunjung ke sana untuk sejenak memanjakan lidah.

7. Memasuki malam, Kopi Tahlil yang kaya rempah sanggup membangkitkan tubuh yang mulai lelah.

Kekayaan Rempah di Pesisir Pantai!
Kekayaan Rempah di Pesisir Pantai! via www.kaskus.co.id
Setelah kenyang makan, cobalah untuk memberi perut asupan asap dengan tegukan kopi tahlil. Konon kopi ini adalah hasil akulturasi kebudayaan Arab dengan Indonesia. Aroma rempah cengkeh, jahe, dan kayu manis bersatu padu bersama dengan pekatnya kopi hitam. Cita rasa nusantara yang sangat tajam di lidah. Sangat cocok untuk menemani nongkrong atau sekadar berbincang-bincang santai dengan keluarga.

8. Kudapan yang satu ini juga istimewa. Lupis Khas Pekalongan. Jajanan lokal pendamping minum teh di pekarangan.

Kenyal, manis, dan legit
Kenyal, manis, dan legit via nananghimawan.files.wordpress.com
Lupis adalah jajanan traditional biasa yang banyak bertebaran di pasar-pasar. Biasanya disajikan dengan gula merah dan parutan kelapa. Kenikmatannya akan bertambah sekian kali lipat jika didampingi oleh hangatnya teh atau pekatnya kopi.
Satu yang paling spesial dari Lupis Khas Pekalongan adalah tanda perayaan syawalan. Tradisi munculnya lupis Pekalongan ini sudah sejak abad 130an tepatnya di kelurahan Krapyak. Awalnya jajanan ini hanya di gunakan sebagai suguhan kepada tamu yang datang di hari lebaran. Karena sebagai simbol pengikat rasa kekeluargaan antar sesama muslim.
Namun belakangan, setiap syawalan, di Pekalongan selalu hadir lupis raksasa yang diarak dan diperebutkan sebagai simbol persatuan karena ketan sebagai bahan dasarnya diyakini dapat merekatkan hubungan sesuai dengan sifat dasar ketan yang lengket dan kraket.

9. Tak cukup lupis. Kenikmatan Apem Kesesi yang legit tak dapat ditepis.

Jangan lihat bentuknya. Biarkanlah lidah yang menilainya
Jangan lihat bentuknya. Biarkanlah lidah yang menilainya via nananghimawan.files.wordpress.com
Tak cukup dengan lupis, Apem Kesesi yang terbuat dari tepung beras dan gula merah sangat tepat untuk mengisi lamunan sore sambil nyeruput jeruk hangat di teras rumah, atau bisa juga di Tepi Pantai Pasir Kencana yang ramai dikunjungi orang. Apem ini berasal dari daerah Kesesi di Kabupaten Pekalongan, maka dari itu namanya Apem Kesesi. Bentuknya memang agak kurang meyakinkan, namun sensasi lengket dan lembut serta manis di mulut dapat meruntuhkan semua kesan bentuk dibenakmu.

10.Tutuplah harimu bersama Sekoteng Pak Wan. Kesegaran dalam sebuah mangkok yang dapat memanjakan lidah dan tenggorokan.

Mendengar kata Sekoteng, pastinya akan terbayang minuman hangat. Eits! Tunggu dulu, Di Pekalongan Sekoteng bukanlah sebuah minuman hangat dengan berbumbu jahe dan rempah-rempah. Ia adalah sebuah minuman menyegarkan hasil perpaduan antara Es, Susu, Sirup,  Roti Tawar, Miswa (bahan untuk campuran adonan roti yang terbuat dari ketan). Sirup yang digunakan pun merupakan sirup produksi sendiri oleh Pak Wan. Warung ini berdiri sejak tahun 1989. Tidak hanya menyajikan Sekoteng, Pak Wan menyajikan juga nasi megono dan lauk-pauk lainnya. Namun tetaplah, sekoteng pak wan adalah minuman sederhana yang paling juara di Pekalongan. Tutuplah harimu dengan semangkuk sekoteng, dijamin sempurna dan esoknya bangun dengan semangat muda meraih asa.

Nah begitulah kira-kira cita rasa orang pekalongan dalam menyajikan asupan gizi bagi kewarasan jasmani dan rohani. Gimana tuh? Cukup potensial kan untuk dimasukkan ke dalam daftar rencana wisata kulinermu yang berikutnya? Jangan lupa sambangi satu-satu kalau ada kesempatan mampir ke Pekalongan. Baiklah. Selamat Makan!
Ikut Hipwee menelusur kawasan utara Jawa lagi yuk. Kali ini, kita akan nyasar ke Pekalongan, sebuah daerah yang dilewati oleh jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta, Semarang, sampai Surabaya. Nama Pekalongan berasal dari kata kalong atau sejenis kelelawar. Bukan karena daerah ini banyak kelelawarnya sih, tapi konon karena Raden Bahu, Bupati Kendal yang pertama, melakukan tapa kalong alias bertapa dalam posisi terbalik seperti kelelawar di atas gua sebelum membuka daerah ini.
Secara administratif, daerah Pekalongan terbagi menjadi dua wilayah, yaitu kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan. Selain menjadi kawasan pelabuhan, daerah ini juga terkenal dengan industri batiknya. Tapi, Kota Batik ini juga menyimpan sejumlah tempat menarik yang layak untuk kamu jelajahi. Mana aja tuh? Yuk, telusuri sama-sama!

1. Tak melulu pelabuhan, Pekalongan juga diberkahi pantai-pantai nan rupawan. Salah satunya adalah Pantai Pasir Kencana yang tak jauh dari pusat kota

Pantai Pasir Kencana
Pantai Pasir Kencana via www.flickr.com
Pantai Pasir Kencana adalah salah satu tempat wisata andalan di Kota Pekalongan. Pantai ini dekat banget dari pusat kota; cukup menempuh perjalanan kurang lebih 4 Km, kamu udah bisa menyambangi pantai ini. Sebagai salah satu tempat wisata favorit, gak heran kalau pantai ini sering dipadati pengunjung, terutama pada hari libur.
Pantai ini tertata cukup apik, ada jembatan kanal, batu pembatas ombak, sampai panggung hiburan. Ada juga objek Wisata Bahari dengan akuarium dan koleksi biota laut yang mirip kayak miniatur Seaworld. Kalau mau kamu juga bisa melipir sedikit dan menemukan pelabuhan serta tempat pelelangan ikan yang penuh dengan hiruk-pikuk aktivitas nelayan lokal.

2. Tak jauh dari Pantai Pasir Kencana, gak ada salahnya mampir juga ke Pantai Slamaran yang terkenal dengan legenda Dewi Lanjarnya


aasdasds
Pantai Slamaran via www.flickr.com
Pantai Pasir Kencana dan Pantai Slamaran Indah jarakanya berdekatan, hanya terpisah oleh pelabuhan. Pemandangan kedua pantai ini pun mirip, dengan batu-batu penahan gelombang di sepanjang pantainya. Yang menarik, pantai ini memiliki cerita legenda tentang Dewi Lanjar.
Konon, Dewi Lanjar adalah seorang perempuan muda yang merana ditinggal mati suaminya. Singkat cerita, Dewi Lanjar ini moksa dan menjadi bawahan Ratu Kidul. Oleh Ratu Kidul, ia diperintahkan untuk menghalangi Raden Bahu membuka hutan, tapi karena kesaktian Raden Bahu, Dewi Lanjar pun takluk. Ia pun memohon izin untuk dibiarkan menempati laut Pekalongan.
Menurut kepercayaan warga setempat, keraton Dewi Lajra terletak di Pantai Slamaran ini. Sesekali, kamu bisa menemukan pengunjung yang sedang melakukan ritual untuk menghormati Dewi Lanjar.

3. Pekalongan sangat terkenal dengan batiknya. Jadi, jangan sampai kamu terlewat untuk mengunjungi Museum Batiknya

Salah satu sudut Museum Batik Pekalongan
Salah satu sudut Museum Batik Pekalongan via sekilasbatik.blogspot.com
Mumpung ada di Kota Batik, saatnya kamu memperkaya wawasan tentang kain tradisional ini di Museum Batik. Museum yang beralamat di Jalan Jetayu No.1 Pekalongan ini menampung ratusan koleksi mulai dari yang kuno sampai modern dengan berbagai corak dan karakter. Dengan harga tiket masuk yang tergolong murah, kamu bisa melihat-lihat beragam koleksi batik Nusantara yang terbagi ke dalam tiga ruang pameran.

4. Melipir ke Kabupaten Pekalongan, nikmati romantisnya nyiur melambai di Pantai Depok

Nyiur melambai di Pantai Depok pekalongan
Nyiur melambai di Pantai Depok pekalongan via sigitbram.blogspot.com
Gak cuma Bantul yang punya pantai bernama Pantai Depok, Pekalongan juga punya lho. Pantai Depok yang terletak di Desa Depok, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan, ini juga menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan yang ingin menikmati suasana pantai di Pekalongan.
Selain panoramanya yang elok, ombaknya yang tenang membuat kamu betah bermain air di sini. Apalagi, pohon nyiur di sekitar pantai gak cuma bikin tempat ini terasa teduh, tapi juga romantis untuk dikunjungi bareng pasangan. Suara gesekan daun nyiur yang tertiup angin berpadu dengan deburan ombak bikin hati terasa adem.

5. Dari pantai, kita belok ke arah gunung. Kamu yang menggemari wisata air terjun wajib menyambangi Curug Muncar yang terkenal

Curug Muncar
Curug Muncar via www.antarajateng.com
Objek wisata alam bernama Curug Muncar ternyata gak cuma bisa kamu temukan di Purworejo. Di Pekalongan, kamu juga bisa menyambangi Curug Muncar pada ketinggian 1.249 mdpl yang dikelilingi pemandangan menawan lereng gunung Rogojembangan. Curug Muncar terletak di Desa Curugmuncar, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, atau sekitar 30 Km dari Kajen, ibukota Kabupaten Pekalongan.
Terletak di hutan milik Perhutani, Curug Muncar memang menawarkan pesona yang sejuk dan asri. Jalan kemari memang cukup panjang dan berliku. Tapi, fasilitas untuk wisatawan udah lumayan memadai, kok.

6. Selain Curug Muncar, Curug Bajing juga punya pesona yang gak kalah indahnya

Curug Bajing
Curug Bajing via instagram.com
Selain curug Muncar, Kecamatan Petungkriyono di Kabupaten Pekalongan masih menyimpan berbagai keelokan alam lainnya. Salah satunya adalah Curug Bajing yang terletak di Desa Tlogopakis. Terletak di ketinggian sekitar 1300 mdpl, wajar kalau hawa sejuknya bikin betah.
Curug ini memiliki ketinggian sekitar 70 meter dan aliran airnya membentuk tingkatan-tingkatan di dasarnya. Untuk mencapai air terjun ini, kamu cukup trekking selama 15 menit dari lokasi parkir. Sembari menikmati keindahan curug, kamu bisa menikmati kopi hutan khas kawasan ini.

7. Buat kamu yang gemar mendaki, niatkan dirimu menjamahi puncak Gunung Kendalisodo yang tak kalah menarik dibanding gunung yang lebih terkenal

Puncak Hanoman Gunung Kendalisodo
Puncak Hanoman Gunung Kendalisodo via instagram.com
Di antara kamu yang gemar mendaki, mungkin belum banyak yang pernah mendengar tentang Gunung Kendalisodo di Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan. Memang, gunung ini sebelumnya lebih dikenal sebagai tempat semedi. Tapi, pecinta alam serta warga lokal menjadikannya sebagai salah satu gunung tujuan pendaki.
Meski tingginya cuma 1.697 mdpl, jalur pendakiannya cukup curam dan menantang. Yang penting, persiapkan dirimu sebaik-baiknya sebelum mulai mendaki dan jangan tinggalkan apapun kecuali jejak, ya!

8. Di Linggo Asri, temukan tempat wisata yang menawarkan berbagai pilihan rekreasi lengkap dalam satu tempat

Arung jeram di Linggo Asri
Arung jeram di Linggo Asri via portalpekalongan.blogspot.com
Linggo Asri adalah salah satu objek wisata yang pas buat dikunjungi keluarga. Letaknya yang strategis di tepi jalan lintas provinsi membuat tempat ini mudah diakses. Selain itu, objek wisata yang satu ini juga menawarkan berbagai pilihan rekreasi yang lengkap. Mulai dari kolam renang, kebun binatang mini, bumi perkemahan, sampai wisata outbond seperti flying fox, arung jeram, dan trekking di hutan.
Berada di kawasan perbukitan dengan ketinggian sekitar 700 mdpl membuat tempat ini memiliki hawa yang sejuk. Apalagi, ditambah dengan panorama pedesaan dan pepohonan hijau di sekelilingnya, membuat objek wisata ini menjadi salah satu pesona Pekalongan yang wajib kamu singgahi.

9. Jangan cuma menikmati pesona wisatanya, manjakan juga lidahmu dengan kuliner khas Pekalongan

Sego Megono
Sego Megono via www.diahdidi.com
Selain wisata alam berupa pantai dan kawasan pegunungan, jangan alpa juga buat menjajal kuliner khas di Pekalongan. Kamu bisa menjajal megono, yaitu nangka muda yang dicincang halus dengan balutan bumbu kelapa yang gurih dan pedas. Paling enak dimakan bersama nasi yang masih hangat ditemani lauk ikan goreng atau telur serta terik tahu tempe.

Ada juga tauto, yaitu makanan sejenis soto tapi rasanya diperkaya dengan tauco, yaitu semacam bumbu yang berasal dari kedelai sehingga memberikan rasa yang khas. Tauto juga dilengkapi dengna irisan daging dan jeroan serta dimakan bersama nasi seperti halnya soto.
Instagram merupakan salah satu media sosial yang sangat populer. Jumlah penggunanya yang semakin meningkat tiap tahun menjadi bukti bahwa Instagram merupakan salah satu media sosial yang merangkak naik popularitasnya.
Hal ini mengakibatkan banyak sekali gambar-gambar atau foto-foto baik yang menampilkan orang ataupun pemandangan menjadi banyak bertebaran di media sosial yang belakangan dibeli oleh Facebook ini.
Tak terkecuali dengan wilayah Kabupaten Batang. Banyak yang tidak menyangka jika ternyata Batang memiliki pemandangan alam yang indah. Mungkin kalian para travelers baru sadar bahwa ternyata Batang juga instagramable. Coba saja buka Instagram dan ketik #Instabatang. Berikut adalah foto-fotonya. Cekidot.




Awal bulan September merupakan awal dari pergantian musim. Hal ini ditandai dengan seringnya turun hujan secara tiba-tiba walupun sebelumnya cuaca terasa panas. Pada pergantian musim seperti ini, terlebih pada bulan-bulan aktif siswa bersekolah, jarang sekali orang ya sedag ingin berlibur.

Akan tetapi, hal ini nampaknya tidak berlaku untuk ibu-ibu kelompok arisan dari Kelurahan Kauman Batang ini, walau masa pancaroba, akan tetapi nampaknya mereka tetap ingin berlibur. Dengan bekerjasama dengan Trimuda Tour, mereka memilih untuk berlibur ke Ciwidey, Bandung. Disana mereka menikmati pemandangan Kawah Putih yang terhampar indah, mandi air panas, ya mandi air panas. Ini foto-fotonya.



Liburan semester ganjil 2016/2017 banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar siswa siswi untuk berdarmawisata. Hal ini juga tak ketinggalan dilakukan oleh Kelompok Belajar Camelia, Desa Tombo, Kec. Bandar. Kabupaten Batang.

Pada liburan kali ini, anak-anak beserta orang tua liburan bersama ke Semarang. Kegiatan yang dilaksanakan pada awal tahun itu terlihat sangat mengasyikkan. Mereka mengunjungi Taman Margasatwa, Pabrik Susu Cimory di Ungaran dan terakhir melihat hanggar pesawat milik TNI di Bandara Ahmad Yani. Pengin tahu gimana keseruan mereka, kepoin yuk. Nih videonya.



Sebagai wujud komitmen kami dalam melayani anda secara prima, kami bekerja sama dengan PO. Cipta Karunia menghadirkan armada bus pariwisata terbaru. Berikut ini penampakannya.




Promo sewa untuk periode Desember 2017, buruan booking.
082322923008
Siang itu, 23 Desember 2015 kami dari tim Batang Heritage menyusuri kampung Kalipucang Wetan Batang Jawa Tengah. Melewati pagar halaman sebuah masjid yang berlorong kecil langsung terhubung sebuah rumah sederhana dengan pintu terbuka. Tampak seorang perempuan tua berkerudung putih berkebaya, berjarik batik sedang khusyuk membatik. Umurnya sekitar 75-an tahun, duduk di dingklik (bangku kecil) dari kayu di atas lantai di seberang pintu rumahnya yang remang-remang. Cahaya matahari menerobos masuk melalui pintu, serasa hanya ingin mencahayai perempuan tua yang sedang membatik ini saja. Sesekali asap dari kompor kecilnya yang menyala berisi malam memendar di udara di antara terobosan matahari dan bergerak di antara tubuhnya.
Tangannya yang kurus keriput menari-nari dengan cantingnya menggoresi kain putih di pangkuannya. Sesekali tangannya itu mengisi kembali cantingnya dengan larutan malam di atas kompor, dan meniup ujung canting dengan mulutnya, serasa meniupkan doa kepada Sang Maha Kuasa agar tinta malamnya senantiasa siap dan pasti untuk menjadi sebuah gambar di atas kain putihnya sesuai kehendaknya dan ridhoNya.


Mak Um (Umriyah), pembatik Rifaiyah (foto, mja nsr)

Demikianlah Mak Um, panggilan perempuan bernama Umriyah yang merupakan salah satu umat Rifaiyah (ajaran keIslaman yang disyiarkan KH. Ahmad Rifa’i, seorang ulama sekaligus pahlawan yang hidup di tahun 1786-1869, pernah bermukim di Batang dan berjuang melawan penjajah kolonialisme Belanda melewati syiarnya). Tiap hari Mak Um mengerjakan batik di rumahnya. Beliau merupakan salah satu pembatik maestro di kampung yang mayoritas adalah umat Rifaiyah ini. Semua proses dalam pembuatan batik, dari awal hingga akhir yang tahap-tahapnya banyak dan memakan waktu yang lama itu, beliau kerjakan sendiri. Kemampuan yang sudah jarang dimiliki oleh para pembatik lainnya di luar kampung ini, karena di tempat lainnya sudah terpengaruh rasionalisasi yang begitu kuat dari arus modernisasi, di mana pengerjaan batik menjadi pekerjaan yang telah terbagi-bagi (divison of labour) yang masing-masing proses/tahap akhirnya punya spesialisanya sendiri-sendiri. Namun kebanyakan di kampung ini, setiap pembatiknya masih mampu mengerjakan semua tahapan dari awal hingga akhir sendiri, seperti halnya Mak Um ini.
Tepat di belakang Mak Um yang sedang asyik bekerja tampak sebuah dipan kayu sederhana, yang bisa menjadi tempat tidurnya (terdapat bantal dan kasur) sekaligus menjadi tempatnya menunaikan sholat lima waktu, juga bisa berfungsi sebagai tempat duduk bagi tamu-tamu yang datang sewaktu-waktu, di mana kain-kain batik ciptaannya bisa digelar disitu untuk dilihat oleh siapa saja yang datang, baik untuk sekedar melihatnya atau pun untuk membelinya. Demikian efesien, praktis dan tanpa ribet dalam mengelola ruang sederhananya dan bagaimana Mak Um mengelola pekerjaan batiknya.
“Saatnya sholat ya tinggal sholat saja di sini. Pekerjaan saya tinggalkan sejenak. Saatnya capek pengin istirahat ya tinggal rebahan saja di atas dipan ini. Namun sering malam-malam saya tiba-tiba terbangun sendiri dan ada kekuatan dalam diri yang muncul untuk membatik. Ya meskipun di malam hari akhirnya saya tetap membatik jika dorongan untuk membatik itu muncul. Dan semuanya seperti mengalir begitu saja. Tangan saya dengan canting bergerak dengan lancar seperti tiba-tiba semuanya bisa terwujud menjadi nyata apa yang semula masih ada dalam angan-angan saja. Saya merasa bersyukur atas ini, Gusti Allah masih maringi (memberikan) kekuatan pada diri saya untuk mbatik,” ujar Mak Um dalam bahasa Jawa setempat dengan lancar sambil terus bekerja dengan cantingnya.
Menyelami perkataan Mak Um tentang bagaimana beliau dengan pekerjaannya, semakin menegaskan bahwa diri Mak Um adalah sosok yang kreatif dalam penciptaan karya batik. Bagaimanapun jua sejatinya beliau adalah seorang seniman.


Mbak Utin (Miftahutin), ketua paguyuban batik Rifaiyah (foto mja nsr)

“Benar demikian,” ujar Mbak Utin (Miftahutin, 40 th) ketua paguyuban Batik Rifaiyah Kalipucang Wetan Batang yang membawa kami ke rumah Mak Umriyah ini, “ketika dulu saya masih aktif membatik juga merasakan hal itu. Kita seperti merasakan ada kebebasan yang bergerak, yang menggerakkan tangan kita, menggerakkan lelehan malam lewat canting di atas kain. Banyak hal yang saya rasakan saat membatik yang mengalir sedemikian rupa. Malah sering pula sambil menghayal.”
Keterangan-keterangan dari Mak Um dan Mbak Utin menyiratkan ada kekuatan ekspresi yang sifatnya personal dalam batik Rifaiyah yang sejatinya juga merupakan ekspresi komunal ini. Sebagai ekspresi komunal jelas bahwa batik ini hanya dikerjakan oleh komunitas kaum Rifaiyah saja. Meskipun memang ada beberapa tempat lainnya selain Kalipucang Wetan dan sekitarnya yang merupakan basis kaum Rifaiyah, seperti di Paesan Kedungwuni, Madukaran dan Bojong di Kabupaten Pekalongan. Namun di tempat-tempat itu kini sudah semakin jarang para pembatiknya, sedangkan di Kalipucang Wetan Batang ini justru masih langgeng dan kuat komunitas batik rifaiyahnya. Di kampung ini ada sekitar 60 orang pembatik. Sebagai ekspresi komunal atau ‘bahasa komunitas (umat)’ baik di Kalipucang Wetan dan sekitarnya ini maupun di tempat-tempat lainnya itu motif-motifnya batiknya kurang lebih sama. Dan oleh karena sentuhan ‘kebebasan’ ekspresi personal itu yang menyebabkan antara, “batik yang dikerjakan oleh satu pembatik rifaiyah dengan lainnya bisa ada perbedaan dalam ‘langgam’ atau perbedaan dalam ‘cengkok’nya. Begitu juga batik Rifaiyah keluaran Kalipucang Wetan ini bila dibandingkan dengan batik rifaiyah dari tempat-tempat lainnya itu,” jelas Mbak Utin kembali.


"Mencanting" (foto mja nsr)

Ada semacam ‘kebebasan’ sebagai seniman batik Rifaiyah dalam memulai pekerjaan batiknya, apalagi karena batik rifaiyah ini justru dikerjakan langsung secara ‘freehand’ tanpa sketsa pensil terlebih dulu atau jiplakan (japlak) di atas mori putih sebelum ditera dengan malam. Kebebasan yang sekaligus keyakinan menggoreskan malamnya sejak proses awal itu, menegaskan keyakinan para pembatik rifaiyah ini atas kuasa Sang Pencipta akan firmanNya, “Jadilah, maka jadi! (kun faya kun).
Siang yang telah menjelang sore itu di rumah Mak Um ini, selain Mbak Utin dan kami tim Batang Heritage akhirnya muncul juga Mak Atun, salah seorang pembatik senior seumuran dengan Mak Um. Beliau menggunakan busana yang juga sama dengan Mak Um, berkerudung putih dengan kebaya dan jarit batik, menjadi ciri khas umat Rifaiyah di kampung ini. Bersama mereka semua kami banyak mendiskusikan Batik


Mak Um dan Mak Atun (foto Imang Jasmine)

Rifaiyah dengan hangat. Satu persatu batik-batik Rifaiyah dengan berbagai motif yang rumit-rumit penuh detail itu pun digelar di atas dipan Mak Um ini. Kain-kain ini ternyata dibatik pada dua sisi kainnya (bolak-balik) atau yang disebut dengan ‘terusan’. Sudah rumit, dibuat bolak-balik lagi, sudah jelas pekerjaan yang panjang, makan waktu lama sekitar tiga bulan untuk menghasilkan kain batik semacam ini. Bahkan sejak masih berupa kain putih (mori) pun mereka tidak langsung membatiknya, mereka rendam dulu dengan minyak kacang selama 3-5 hari, sebuah teknik kuno, kethelan, yang masih mereka tetap lakukan, demi kelancaran masuknya lilin dan warna saat proses pembatikan. Maka sebenarnya masuk akal jika ketika telah jadi kain-kain indah ini harganya mahal.
Berkaitan dengan mahal dan tidaknya, atau bagaimana mereka bisa hidup secara ekonomi jika karya-karyanya tidak laku, sesungguhnya komunitas batik Rifaiyah ini telah memiliki solusi yang bijak dan tepat. Mereka juga mengeluarkan produk-produk yang murah atau cepat laku, yaitu apa yang mereka sebut dengan “batik kendil”, batik sederhana (motif yang mereka sebut krokotan, kiyongan, dll) yang diproduksi untuk menjaga agar kendil (tempat menanak nasi) / dapur mereka tetap ngebul demi menopang keperluan hidup sehari-hari. Namun untuk motif-motif utama atau Batik Rifaiyah mereka tetap menjaga agar kualitas senantiasa tetap prima. Pendeknya, mereka tak mungkin untuk ‘mengendilkannya’.
Di antara motif-motif batik Rifaiyah dari koleksi yang Mak Um dan Mak Atun punya ini, kami bawakan juga salah satu koleksi batik Rifaiyah dari Kedungwuni yang usianya cukup tua. Mereka begitu semangat memeriksa tiap detil dan kelembutan dari batik tua asal Kedungwuni ini. Dari situ mereka juga akhirnya banyak cerita bahwa hubungan dengan Kedungwuni sangat kuat sekali. Bahkan banyak yang dulunya dari Kalipucang ini yang belajar membatik dari para pembatik Kedungwuni, tempat yang di saat ini justru semakin menipis para pembatik Rifaiyahnya. Dari hal ini pula kita mendapati kenyataan bahwa batik Rifaiyah persebarannya sangatlah ekslusif karena bergerak di antara umatnya yang kenyataannya tidaklah hanya di satu tempat. Dan saat ini Kalipucang Wetan ini menjadi satu-satunya tempat yang paling kuat dengan tradisi batik Rifaiyah ini.
Dalam batik Rifaiyah terdapat pengaruh kuat dari ajaran Islam yang diajarkan oleh guru besar umat Rifaiyah, KH. Ahmad Rifai melewati kitab karyanya, Tarajumah. Salah satu ajarannya ini melarang penggambaran makhluk hidup selain tumbuh-tumbuhan (flora) yang menyesatkan aqidah, kecuali yang sudah mati atau yang sudah terpotong. Bila ada gambar hewan yang masih hidup maka hukumnya haram untuk dipakai sebagai pakaian. Ajaran ini menjadi dasar dan ciri utama bagi ragam hias / motif-motif batik Rifaiyah terkesan ‘floral’. Meskipun pada motif-motif batik rifaiyah terdapat bentuk-bentuk bagian hewan (fauna) namun dalam keadaan yang sudah tidak utuh lagi sebagai hewan (makhluk hidup) karena sudah dipotong-potong dan disamarkan menjadi berkesan floral.



motif 'lancur' dan 'gemblong sak iris'




'kotak kitir' dan 'dlorong'

Ada 24 motif batik Rifaiyah yang terdeteksi hingga saat ini. Yaitu; pelo ati, kotak kitir, banji, sigar kupat, lancur, tambal, kawung ndog, kawung jenggot, dlorong, materos satrio, ila ili, gemblong sairis, dapel, nyah pratin, romo gendong, jeruk no’i, keongan, krokotan, liris, klasem, kluwungan, jamblang, gendaghan dan wagean. Kain batik dengan motif-motif inilah yang menjadi busana bagi umat Rifaiyah; sebagai jarik bagi kaum perempuannya dan sarung bagi kaum laki-lakinya.
Dalam motif-motif batik Rifaiyah terkandung makna-makna spiritualitas yang dalam. Misalnya terlihat jelas dalam ragam hias Pelo Ati yang menggambarkan ajaran sufisme (tasawuf). Motif ini bergambar ayam merak yang kepalanya terpancung dan di dalam badannya ada hati dan di luarnya ada pelo (ampela). Hati menggambarkan sifat-sifat terpuji. Dalam hati terdapat delapan sifat manusia yang tercantum dalam kitab Tarajumah,


motif 'pelo ati'

yaitu zuhud (tidak mementingkan keduniawian), qana’at (merasa cukup atas karuniaNya), shabar (sabar), tawakal (berserah diri kepadaNya), mujahadah (bersungguh-sungguh), ridla (rela), syukur dan ikhlas, yang semuanya ini mengandung makna kahauf (takut), mahabbah (rasa cinta), dan makrifat (perenungan kepada Allah). Ampela menggambarkan tempatnya kotoran, yaitu sifat-sifat buruk manusia sebagaimana terdapat dalam kitab Tarajumah, yaitu hubbu al-dunya (mencintai dunia yang disangka mulia namun di akhirat sia-sia), thama’ (rakus), itba’ al-hawa (mengikuti hawa nafsu), ‘ujub (suka mengagumi diri sendiri), riya (suka dipuji), takabur (sombong), hasad (dengki) dan sum’ah (suka membicarakan amal kebajikannya pada orang). Dan semua sifat tercela dan kotor ini haruslah dibuang jauh-jauh.
Dari rumah Mak Um, kami melanjutkan kunjungan ke rumah pembatik lainnya, yaitu rumah Mak Kamilah (66 th). Melewati pintu samping kami menuju ke bagian belakang yang menjadi tempat workshop kerja batiknya. Ruang kerja yang lebih luas bila dibandingkan dengan ruangan Mak Um yang bekerja sendirian itu. Ruang kerja Mak Kamilah ini dipenuhi alat-alat perbatikan dan kain-kain batik Rifaiyah yang sedang dalam proses, tergantung di gawangannya. Dan yang menarik di tempat ini bahwa Mak Kamilah bekerja dengan dua anak perempuannya yang semuanya ahli mengerjakan batik Rifaiyah, Yumah (47 th) dan Masitoh (41 th). Di ruang ini Mak Kamilah bercerita bahwa beliau sejak umur 10 tahun belajar dari mendiang ibunya, dan mendiang ibunya belajar dari neneknya. Sebuah tradisi yang begitu kuat secara turun temurun dalam keluarga ini.
Dalam sejarah kain tradisional di negri ini para perempuanlah yang bekerja menciptakan kain untuk anaknya, untuk keluarganya. Atas posisi ‘tradisional’ semacam ini perempuan memiliki posisi penting dalam tatanan masyarakat. Di banyak tempat baik di Jawa atau di luar Jawa sering kita mendengar tentang bahwa seorang perempuan dianggap berkualitas bila mana perempuan tersebut telah pandai membuat kain tradisi. Dan bila seorang perempuan telah mencapai keahlian ini maka ia baru dianggap sudah layak untuk menikah atau berkeluarga. Dan dalam masyarakat tradisional seperti ini, ketika wanita itu telah berkeluarga dan telah menciptakan kain-kain untuk anak dan keluarganya, maka ia sebagai seorang ibu juga mengajari anak perempuanya akan keahlian atas kain tradisi ini. Selain itu kain tradisi sebagai pemenuhan kebutuhan busana sehari-hari juga menjadi penanda penting dalam ritus-ritus kehidupan seorang manusia, dari lahir, pernikahan, sampai kematian.
“Perempuan Rifaiyah membuatkan kain batik untuk calon suaminya yang disampaikan di saat pernikahan. Saya dulu melakukan itu juga,” kenang Mbak Utin dengan bangga.
Kekuatan Yang Luar Biasa




Di bulan Ramadhan 2012, di Museum Tekstil Jakarta saat saya sedang mempersiapkan sebuah pameran tentang tenun tradisional Indonesia, saat itu di Museum Tekstil sedang ada pameran bertajuk "Pengaruh Islam dalam Seni Wastra Indonesia". Oleh pengelola museum, saya diajak berkeliling melihat-lihat pameran ini. Di pameran seni wastra (kain) bernafas Islam itu banyak terdisplay batik Islam dari banyak tempat di Nusantara ini, baik itu dari Jawa, Sumatera dan daerah-daerah lainnya. Di antara semua stand booth yang penuh dengan kain bernafas Islam itu terdapat satu yang kosong. Hanya tulisan saja yang menjadi judul dari stand booth yaitu ‘Batik Rifaiyah’, dan beberapa foto motif serta sekelumit informasi tentangnya. Jadi kain batik Rifaiyah secara fisiknya tak satupun terdisplay di situ. Syukur, dengan pengelola museum itu, Bu Mis’ari, kami sudah saling akrab sehingga beliau mengajak saya ke stand ini. Beliau tahu dari mana Batik Rifaiyah ini. “Mas ini batik dari daerahmu. Kami belum mempunyai koleksinya. Jadi stand ini sementara masih kosong saja hanya berisi informasi. Contoh hasil batiknya tidak ada. Mohon Mas carikan Batik ini agar suatu hari kita bisa membuat pameran khusus tentangnya.” Saya terharu atas pernyataan dan ‘permohonan’ dari Bu Mis’ari ini. Ini menjadi catatan penting dalam hati saya, semoga saya bisa mencari tentang batik Rifaiyah ini. Meskipun saat itu kesibukan saya masih terus di luar Jawa yaitu di Sumatera Utara berkegiatan tentang tenun tradisional ulos Batak). Dan syukur tidak lama kemudian ketika saya telah kembali di rumah di Batang, tepatnya di sekitar 2013 datang seorang sahabat lama dari Kedungwuni, Hermanto yang membawa sahabatnya Mas Abu Saeri yang merupakan warga dari desa Kalipucang Wetan ini. Rasanya seperti kebetulan saja, malah tiba-tiba datang sendiri orang Kalipucang Wetan tempat Batik Rifaiyah yang sedang saya cari ini. Kedatangan Mas Abu ini juga membawa contoh-contoh Batik Rifaiyah. Salah satu diantaranya adalah motif yang di mata saya biasa saya melihatnya, yaitu motif yang jika di komunitas Rifaiyah Kalipucang Wetan disebut ‘Materos Satriyo’ yang ternyata sama dengan salah satu koleksi batik kuno milik ibu saya (yang dibuat oleh nenek saya) dari kampung halamannya, Kedungwuni di mana ibu saya biasa menyebutnya dengan nama “Materos”. Koleksi Batik ibu saya yang bagi kaum Rifaiyah motif yang bermakna ‘paseduluran’ (persaudaraan) ini yang akhirnya saya bawa bersama tim Batang Heritage (Agus Supriyanto, Solichin, Prasetyo Widhi, Imang Jasmine dan Ayunk Agustin) di 23 Desember 2015 untuk kami tunjukkan ke para pembatik Rifaiyah di Kampung Kalipucang Wetan, di rumah Mak Um itu yang akhirnya terjadi ‘silaturahmi antar batik’.

Sumber